Pembiayaan Kerjasama Perjuangan Dalam Perspektif Islam (Pembiayaan Musyarakah)

Oleh : Miqdad Rahman (STEI SEBI,Depok) 

Kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan perjuangan yang sedang dijalani-nya terkadang membutuhkan sentuhan dari pihak lain, sehingga di perlukan kerjasama.  Dalam Islam salah satu untuk meningkatkan perjuangan antara lain menggunakan sistem pembiyaan musyarakah, yaitu pembiayaan menurut kesepakatan kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu perjuangan tertentu, di mana masing-masing pihak menunjukkan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Musyarakah berasal dari bahasa arab diambil dari kata syaraka-yusyriku-syarkan-syarikatan-syarkatan adalah bersekutu atau kerjasama.

Landasan Hukum Islam dalam Akad Musyarakah
Firman Allah SWT:

وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْخُلَطَآءِ لَيَبْغِى بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَقَلِيلٌ مَّا هُمْ

"... Sungguh banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan amat sedikitlsh mereka ini.... " (Q.S. Shad (38): 24)

Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata:

“Allah Swt. berfirman: ‘Aku yakni pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).

Taqrir Nabi terhadap acara musyarakah yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu. dan Ijma’ Ulama atas keboleh musyarakah. Kaidah fikih : “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.

Dalam fatwa No: 114/DSN-MUI/IX/2017 ihwal janji syirkah mempunyai ketentuan sebagai berikut :

1. Akad syirkah yaitu janji kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memperlihatkan donasi dana/modal usaha dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional. Syirkah ini merupakan salah satu bentuk Syirkah amwal dan dikenal dengan nama syirkah inan.

2. Syarik adalah mitra atau pihak yang melaksanakan akad syirkah, baik berupa orang maupun yang dipersamakan dengan orang, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

3. Ra's al-mal adalah modal perjuangan berupa harta kekayaan yang disatukan yang berasal dan paru syarik.

4. Syirkah amwal yakni syirkah yang ra's al-mal-nya berupa harta kekayaan dalam bentuk uang atau barang.

5. Syirkah 'abdan/syirkah a'mal yakni syirkah yang ra's al-mal-nya bukan berupa harta kekayaan namun dalam bentuk keahlian atau keterampilan perjuangan/kerja, termasuk akad untuk menunaikan kewajiban syirkah kepada pihak lain berdasarkan kesepakatan atau proporsional.

6. Syirkah wujuh yakni syirkah yang ra's al-mal-nya bukan berupa harta kekayaan dalam bentuk reputasi atau nama baik salah satu atau seluruh syarik, termasuk akad untuk menunaikan kewajiban syirkah kepada pihak lain berdasarkan komitmen atau proporsional.

7. Taqwim al-'urudh yakni penaksiran batang untuk diketahui nilai atau harganya.

8. Nisbah bagi hasil yakni perbandingan yang dinyatakan dengan angka seperti persentase untuk membagi hasil usaha, baik nisbah-proporsional maupun nisbah-kesepakatan.

9. Nisbah-proporsional adalah nisbah atas dasar porsi ra's al-mal para pihak (syarik) dalam syirkah yang dijadikan dasar untuk membagi laba dan kerugian.

10. Nisbah-janji ialah nisbah atas dasar akad bukan atas dasar porsi yang dijadikan dasar untuk membagi keuntungan.

11. Syirkah da'imah atau syirkah tsabitah yaitu syirkah yang kepemilikan porsi ra's al-mal setiap syarik tidak mengalami perubahan sejak janji syirkah dimulai sampai dengan berakhirnya akad syirkah, baik jangka waktunya dibatasi maupun tidak dibatasi.

12. Musyarakoh mutanaqishah adalah syirkah yang kepemilikan porsi ra's al-mal salah satu syarik berkurang disebabkan pembelian secara sedikit demi sedikit oleh syarik lainnya.

13. Kerugian perjuangan musyarakah yaitu hasil perjuangan, di mana jumlah modal usaha yang diinvestasikan mengalami penurunan atau jumlah modal dan biayabiaya melebihi jumlah pendapatan.

14. At-ta'addi yaitu melakukan suatu perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan.

15. At taqshir ialah tidak melaksanakan suatu perbuatan yang seharusnya dilakukan.

16. Mukhalafat asy-syuruth yakni menyalahi isi dan/atau substansi atau syarat-syarat yang disepakati dalam janji.

Syarat melaluka kerjasama atau musyarakah yakni sebagai berikut:

1. Kontrak dianggap sah jika dilakukan secara verbal maupun tertulis, kontrak dicatat dalam bentuk goresan pena dan disaksikan.
2. Memiliki kopetensi dalam memperlihatkan atau diberikan kekuaaan perwakilan.
3. Modal yang mempunyai nilai.
4. Komitmen dalam berpartisipasi, namun keterlibatan dalam bekerja tidak harus sama begitupun laba yang diterima.

Adapun rukun yang harus dilakukan dalam musyarakah yakni sebagai  berikut:

1. Sigat (Ijab-Qobul) atau adanya janji antara kedua belah pihak yang melakukan kerjasama/musyarakah.
2. Pihak yang berserikat mempunyai kecakapan dalam hukum dan  penggelolaan.
3. Adanya objek akad (modal,pekerjaan,laba dan kerugian).
4. Adanya pembagian nisbah bagi hasil.

Beberapa Ketentuan dalam pembiyaan musyarakah diatur dalam ajaran No: 08/DSN-MUI/IX/2000 tentang pembiyaan musyarakah yaitu :

1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menawarkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (komitmen), dengan memperhatikan hal-hal berikut:

a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (kesepakatan).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada dikala kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan memakai cara-cara komunikasi modern.

2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap aturan, dan memperhatikan hal-hal berikut:

a. Kompeten dalam memperlihatkan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap kawan melakukan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada kawan yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan melaksanakan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.

e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.

3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian).

a. Modal
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama.
Modal mampu terdiri dari aset perdagangan, mirip barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.

2) Para pihak dilarang meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.

3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS mampu meminta jaminan.

b. Kerja
1) Partisipasi para kawan dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang kawan boleh melakukan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini beliau boleh menuntut bab keuntungan pemanis bagi dirinya.
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama eksklusif dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.

c. Keuntungan
1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan terang untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi laba atau penghentian musyarakah.

2) Setiap keuntungan kawan harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan  dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang kawan.

3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika laba melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.

4) Sistem pembagian laba harus tertuang dengan terperinci dalam komitmen.

d. Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para kawan secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.

4. Biaya Operasional dan Persengketaan

a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jikalau terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah sehabis tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana pembiayaan kerjasama usaha dalam perspektif Islam (pembiayaan musyarakah). Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

0 Response to "Pembiayaan Kerjasama Perjuangan Dalam Perspektif Islam (Pembiayaan Musyarakah)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel