Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Tokoh-Tokohnya Kurun Bani Umayyah Di Damaskus

Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman permulaan Islam termasuk masa Bani Umayyah I meliputi 3 bidang, yaitu bidang diniyah, bidang tarikh dan bidang filsafat. Pada era itu kaum Muslimin memperoleh kemajuan yang sangat pesat. Tidak hanya penyebaran agama Islam, tetapi juga inovasi-penemuan ilmu lainnya. Pembesar Bani Umayyah memang tidak berupaya untuk berbagi peradaban lainnya, akan tetapi mereka secara khusus menyediakan dana tertentu untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Para khalifah mengangkat hebat-ahli kisah dan mempekerjakan mereka dalam forum lembaga ilmu, berupa masjid-masjid dan forum lainnya yang disediakan oleh pemerintah.

Para andal sejarah menyimpulkan bahwa perkembangan gerakan ilmu pengetahuan dan budaya pada era Bani Umaiyyah I memfokuskan pada tiga gerakan besar yakni;

(1) Gerakan ilmu agama, alasannya adalah didorong oleh semangat agama yang sangat berpengaruh pada ketika itu;
(2) Gerakan Filsafat, karena jago agama diakhir daulah Umayyah I terpaksa memakai Filsafat untuk menghadapi kaum Nasrani dan Yahudi; dan
(3) Gerakan sejarah, alasannya adalah ilmu-ilmu agama memerlukan riwayat.

Pengembangan ilmu pengetahuan pada era Bani Umayyah di Damaskus tampak pada beberapa bidang. Kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut berpusat di Kuffah dan Basrah, Irak.

1. Ilmu Tafsir
Setelah Daulah Umayyah I bangun, maka kaum muslim berhajat kepadahukum dan undang-undang yang bersumber dari al-Qur'an sedangkan para qurra dan mufassirin menjadi daerah bertanya masyarakat dalam bidang hukum. Pada zaman ini keberadaan tafsir masih berkembang dalam bentuk verbal dan belum dibukukan. Ilmu tafsir pada saat itu belum berkembang seperti pada zaman Bani Abbasiyah.

2. Ilmu Hadis
Pada saat mengartikan makna ayat-ayat al-Qur'an, kadang-kadang para jago hadis kesulitan mencari pengertian dalam hadis alasannya terdapat banyak hadis yang bahwasanya bukan hadis. Dari kondisi semacam ini maka timbullah perjuangan para muhaddisin untuk mencari riwayat dan sanad hadis. Proses mirip ini pada balasannya bermetamorfosis ilmu hadis dengan segala cabang-cabangnya. Perkembangan hadist diawali dari abad khalifah Umar bin Abdul Aziz dan ulama hadis yang mula-mula membukukan hadis ialah Ibnu Az Zuhri atas perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz.

3. Ilmu Kalam
Di abad inilah dimulai ilmu kalam dan muncullah nama-nama, seperti Hasan Al-Basri, Ibn Shihab Al-Zuhri, dan Wasil ibn Ata’. Perang yang diakhiri dengan tahkim (arbitrase) ini telah menjadikan munculnya aneka macam golongan, yaitu Muawiyah, Syiah (Pengikut) Ali, Khawarij dan sobat-sahabat yang netral. Dari kejadian yang diakibatkan oleh perseteruan dalam bidang politik kesannya bergeser ke permasalahan teks-teks agama tepatnya duduk perkara teologi atau ilmu kalam.

Kaum Khawarij memandang Ali ra telah berbuat salah dan telah berdosa dengan menerima arbitrase itu. Menurut mereka penyelesaian dengan cara arbitrase atau tahkim itu bertentangan dengan al-Quran. Firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 44,

 وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ

“Dan barang siapa yang tidak memilih hukum dengan apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir.”

Dengan landasan ayat al-Alquran tersebut, mereka menghukum semua orang yang terlibat dalam tahkim itu telah menjadi orang-orang kafir.Kafir dalam arti telah keluar dari Islam.Orang yang keluar dari Islam di katakan murtad, dan orang murtad halal darahnya dan wajib dibunuh. Maka dari itu mereka menetapkan untuk membunuh Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa. Dan yang berhasil dibunuh hanya Imam Ali (Yusuf, 2014: 9- 10)

Persoalan ini jadinya menimbulkan tiga fatwa Ilmu Kalam dalam Islam, adalah sebagai berikut:

a. Aliran Khawarij yang menyampaikan bahwa orang yang berdosa besar ialah kafir, dalam arti keluar dari Islam, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.

b. Aliran Murjiah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah Swt untuk mengampuni atau tidak mengampuninya.

c. Aliran Mu’tazilah yang tidak menerima pendapat-pendapat di atas. Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula mukmin. Orang yang serupa ini mengambil posisi di antara ke dua posisi mukmin dan kafir, yang dalam bahasa Arab terkenal dengan istilah al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi) (Rozak, 2012: 35)

Setelah ketiga fatwa di atas, lalu muncul pula dua ajaran Ilmu Kalam yang populer dengan nama Qadariyah dan Jabariah. Menurut Qadariyah insan memiliki kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.Sebaliknya, Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.

4. Ilmu Qira'at
Dalam sejarah perkembangan ilmu, yang pertamakali berkembang ialah ilmu qiraat. Cabang Ilmu ini mempunyai kedudukan yang sangat penting pada permulaan Islam sehingga orang-orang yang terpelajar membaca al-Qur'an pada ketika itu disebut para Qurra.

Setelah pembukuan dan penyempurnaan al-Qur’an pada periode khulafaurrasyidin dan al-Qur’an yang sah dikirim ke berbagai kota wilayah bagian maka lahirlah dialek bacaan tertentu bagi masing-masing penduduk kota tersebut dan mereka mengikuti bacaan seorang qari’ yang dianggap sah bacaannya. Akhirnya muncul dan masyhurlah tujuh macam bacaan yang sekarang terkenal dengan nama Qiraat sab'ah kemudian selanjutnya ditetapkan sebagai bacaan standar.

5. Ilmu Nahwu
Dengan meluasnya wilayah Islam dan didukung dengan adanya upaya Arabisasi maka ilmu tata bahasa Arab sangat dibutuhkan. Sehingga dibukukanlah ilmu nahwu dan menjadi salah satu ilmu yang penting untuk dipelajari. Memulai mempelajari tata Bahasa Arab yang dikenal dengan nama nahwu ialah ketika seorang bayi memulai berbicara dilingkungannya. Tanpa tata bahasa maka pembicaraan tidak akan baik dan benar.

Setelah banyak bangsa di luar bangsa Arab masuk Islam dan sekaligus daerahnya masuk dalam daerah kekuasaan Islam maka barulah terasa bagi bangsa Arab dan mulai di perhatikan dengan cara menyusun ilmu nahwu. Adapun ilmuwan bidang bahasa pertama yang tercatat dalam sejarah perkembangan ilmu yang menyusun ilmu nahwu yakni Abu al- Aswad al-Du’ali yang berasal dari Baghdad. Salah satu jasa dari Al-Du’ail adalah menyusun gramatika Arab dengan memperlihatkan titik pada aksara-huruf hijaiyah yang semula tidak ada. Abu Aswad Ad Dualy yang wafat tahun 69 H. Tercatat dia belajar dari shahabat Ali bin Abi Thalib, dengan demikian ada saja ahli sejarah menyampaikan bahwa sahabat Ali bin Abi Thalib-lah bapaknya ilmu nahwu.

6. Tarikh dan Geografi
Geografi dan tarikh pada periode ini telah menjadi cabang ilmu tersendiri. Dalam melalui ilmu tarih mereka mengumpulkan kisah wacana Nabi dan para Sahabatnya yang kemudian dijadikan landasan bagi penulisan buku-buku ihwal penaklukan (maghazi) dan biograf (sirah). Munculnya ilmu geografi dipicu oleh berkembangnya dakwah Islam ke daerah-tempat gres yang luas dan jauh.

Penulisan sejarah Islam dimulai pada ketika terjadi peristiwa-insiden penting dalam Islam dan dibukukannya dimulai pada ketika Bani Umayyah dan perkembangan pesat terjadi pada saat Bani Abbasiyah. Demikian begitu pesatnya perkembangan sejarah Islam sehingga para ilmuan berkecimpung dalam bidang itu mampu mengarang kitab-kitab sejarah yang tidak dapat dihitung banyaknya. Sampai kini prestasi penulisan sejarah pada dikala Bani Umayyah dan Abbasiyah tidak dapat ditandingi oleh bangsa manapun, tercatat kitab sejarah yang ditulis pada zaman itu lebih dari 1.300 judul buku.

7. Seni Bahasa
Umat Islam periode Bani Umayyah selain telah mencapai kemajuan dalam bidang politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan, juga telah tumbuh dan berkembang seni bahasa. Perhatian kepada syair Arab Jahiliyah timbul kembali dan penyair-penyair Arab barupun timbul, seperti

a. Umar Ibn Abi Rabi’ (w. 719 M),
b. Jamil Al-Udhri (w. 701 M),
c. Qays Ibn AlMulawwah (w. 699 M) yang lebih dikenal dengan nama Majnun Laila,
d. Al-Farazdaq (w. 732 M),
e. Ummu Jarir (w. 792 M), penyair yang mendukung dan memelihara kemulian Badui dan yang syair-syairnya menonjol sebab nafas-nafas spiritualnya, dan
f. Al-Akhtal (w. 710 M) yang beragama Katolik anutan Jacobite.

Pada kurun ini seni dan bahasa mengambil daerah yang penting dalam hati pemerintah dan masyarakat Islam pada umumnya. Pada ketika kota-kota seperti Bashra dan Kuffah adalah pusat perkembangan ilmu dan sastra. Orang-orang Arab muslim berdiskusi dengn bangsa-bangsa yang telah maju dalam hal bahasa dan sastra. Di kota–kota tersebut umat Islam menyusun riwayat Arab, seni bahasa dan hikmah atau sejarah, nahwu, sharaf, balaghah dan juga bangkit klub-klub para pujangga. Pada masa ini juga muncul terjemahan-terjemahan awal naskah-naskah filsafat Yunani dari bahasa Suryani ke bahasa Arab.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan tokoh-tokohnya periode bani Umayyah di Damaskus. Sumber Modul 4 Perkembangan Islam Sesudah Masa Khulafaur Rasyidin, Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan Kementerian Agama Republik Indonesia 2018.  Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

0 Response to "Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Tokoh-Tokohnya Kurun Bani Umayyah Di Damaskus"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel